Apabila seorang muslim mengetahui keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah dan mulianya beramal shalih pada hari-hari itu, maka ia akan bersungguh-sungguh memanfaatkan momen tersebut untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan menghabiskan hari-harinya untuk ketaatan. Karena itu, ia sangat perlu mengetahui amalan-amalan yang seharusnya dikerjakan, sesuai dengan yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara amalan-amalan yang disyari’atkan pada sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah adalah:
1. Melaksanakan ibadah haji dan umrah: haji adalah amalan yang paling utama. Ketaatan yang paling agung dan amalan yang paling mulia yang dilaksanakan pada hari-hari ini, dimana di dalamnya ada pahala yang sangat besar. Ia adalah hadiah yang tak terhitung dari sang Khaliq, Allah Azza wa Jalla.
Banyak sekali hadits-hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yang menjelaskan keutamaan haji dan umrah, di antaranya:
Dari Abu Hurairah ra ia berkata, saya mendengar rasulullah saw bersabda: “barang siapa melaksanakan haji karena Allah, sedang ia tidak berbuat rafats (perkataan kotor dan memandang berulang-ulang sesuatu yang diharamkan Allah dengan menikmati), tidak berbuat fusuk (berdusta dan berbuat onar dll) maka ia kembali seperti pada hari dilahirkan ibunya (bersih dari dosa-dosa).
Dan darinya juga Rasulullah saw bersabda: “Dari umrah yang satu ke umrah yang lain sebagai penghapus dosa-dosa diantara keduanya dan haji yang mabrur tidak ada balasannya, kecuali surga” Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang lain.
2. Membaca takbir: pada hari-hari ini, Allah ta’ala berfirman: “Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari–hari yang telah ditentukan”. (QS. Al Hajj: 28). Hari-hari yang telah di tentukan dalam ayat ini ditafsirkan dengan sepuluh hari Dzul Hijjah.
Para ulama berpendapat bahwa disunahkan pada hari-hari ini untuk memperbanyak dzikir, sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, termaktub dalam musnad Imam Ahmad: “Maka perbanyaklah pada hari-hari ini tahlil, takbir dan tahmid”
Imam Bukhari rahimahullah menjelaskan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berdua pergi ke pasar pada sepuluh hari Dzul Hijjah untuk menggemakan takbir pada khalayak ramai, lalu orang-orang mengikuti takbir mereka berdua. Ishaq rahimahullah meriwayatkan dari para ahli fiqih pada masa tabi’in, bahwa mereka mengucapkan pada sepuluh hari Dzul Hijjah: ” Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tiada ilah yang berhak untuk di sembah kecuali Allah, dan Allah Maha Besar, AllAh Maha besar dan bagi Allah segala pujian)” Dan disunnahkan pula mengeraskan suara ketika melantunkan takbir di tempat-tempat umum, seperti: di pasar, di rumah, di jalan umum atupun di masjid dan di tempat-tempat yang lain. Allah berfirman: “Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu”. (QS. Al Baqarah: 185).
Tata cara takbir: ” Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu”. Tidak ada tata cara yang khusus dalam masalah itu, akan tetapi cara yang seperti ini adalah yang dilakukan para shahabat radhiallahu anhum. Takbir mutlak boleh dilakukan di pasar, rumah dan jalan-jalan umum. Adapun takbir muqayyad (yang ditentukan) yaitu takbir yang dibaca setelah selesai salat fardhu.
Waktunya mengumandangkan takbir mutlak, yaitu dari masuk sepuluh Dzul Hijjah sampai selesai Imam khutbah shalat idul Adha. Adapun waktu takbir muqayyad adalah dari fajar hari Arafah hingga ashar akhir hari-hari tasyriq. Inilah sunnah yang telah dilalaikan oleh banyak orang pada zaman ini. Karenanya marilah kita turut menghidupkan kembali sunnah ini.
3. Disyari’atkan pula qurban pada hari raya Idul-Adha dan hari-hari tasyriq: Sunnah ini telah ada sejak nabi Ibrahim ‘alaihissalam, di saat Allah menebus Ismail ‘alaihissalam (putera Ibrahim) dengan seekor hewan sembelihan yang besar. Terdapat dalam hadits shahih bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing yang gemuk, beliau menyembelihnya dengan tangan sendiri, dengan cara: membaca bismillah dan bertakbir seraya meletakkan kakinya pada kedua leher kambing. (Muttafaqun ‘alaihi )
4. Shalat Ied: Shalat ied adalah salah satu syi’ar Islam yang nyata yang dianjurkan oleh syari’at dan merupakan sunnah muakkadah menurut mayoritas ulama’. Karena itu hendaknya seorang muslim bersungguh-sungguh melaksanakan shalat Ied, mendengarkan khutbah, mendapat pencerahan ilmu, dan mengetahui hikmah disyari’atkannya shalat Ied, yaitu: hari untuk menggemakan kesyukuran dan beramal kebajikan.
Pada tanggal sepuluh Dzul Hijjah, kaum muslimin berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Ied dan mendengarkan khutbah hingga para wanita pun disyari’atkan agar keluar rumah untuk kepentingan ini. Sebagaimana dalam ash Shahihain, bahwa Ummu ‘Athiyyah Nusaibah binti al Harits berkata: “Kami para wanita diperintahkan untuk keluar pada hari ‘Ied hingga kami mengeluarkan gadis dalam pingitan. Juga mengajak keluar wanita-wanita yang sedang haidh, berada di belakang orang-orang. Mereka bertakbir dengan takbirnya dan mereka berdo’a dengan do’anya. Mengharapkan keberkahan dan kesucian dari hari yang agung ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Al Hafidz Ibnu Hajar berkomentar tentang maksud dari kehadiran para wanita tersebut di hari yang agung ini, sehingga para wanita berhalangan tidak luput dari perintah keluar untuk menghadirinya: “Maksud dari kehadiran mereka adalah menampakkan syi’ar Islam dengan memaksimalkan berkumpulnya kaum muslimin agar barakah hari yang mulia ini dapat meliputi mereka semua.” (Fathul Baari)
Read the rest of this entry »